10. Senyuman Dewa Pedang
Karya: Khu Lung / Disadur: Tjan ID
Perasaan
seseorang kadang mirip penutup mata, seringkali menutupi mata agar tak bisa
melihat hal-hal yang seharusnya dapat disaksikan dengan jelas.
Untung
sekarang ia telah melihatnya, yang tidak beruntung pun kini terlihat semua.
Jarak
antara untung dan tidak untung seringkali merupakan sebuah halaman kosong.
Saat
kosong adalah saat tertegun, saat terkesima.
Ketika
tertegun, itulah kesempatan emas bagi orang lain.
Mendadak
semua orang yang tadinya tak berkutik, telah dapat bergerak dengan bebas,
bahkan gerakan mereka cepat, juga ganas, telengas dan tepat sasaran.
Gerakan
macam ini mustahil bisa dilakukan oleh sekawanan manusia pribumi yang sejak
lahir hidup di kota kecil yang terpencil itu.
Pada
saat itulah mendadak Siau-hong roboh terkapar.
Bila
ada orang yang tidak roboh ketika dikerubut banyak jago tangguh dalam situasi
dan kondisi yang sama sekali tak terduga ini, maka di dunia ini mungkin tak ada
lagi orang yang bisa roboh terkapar.
Bagi
seorang yang sudah lama berkelana dalam dunia persilatan, memiliki nama besar,
punya banyak teman dan musuh, roboh terkapar artinya mati.
Benarkah
Liok Siau-hong mati?
Tidak
seorang pun percaya Liok Siau-hong mati, sekalipun ada orang melintangkan golok
di atas tengkuknya, tak ada yang mau percaya bahwa Liok Siau-hong telah menemui
ajalnya.
Tapi
kali ini Liok Siau-hong benar-benar telah tewas, berangkat ke langit barat.
Sebenarnya
apa yang telah terjadi? (sumber :
http://hkw-ceritasilat.blogspot.com)
0 komentar:
Posting Komentar