Semua orang tahu negara Afghanistan setelah terjadinya serangan
pesawat yang merontokkan dua gedung kembar WTC. Sejak itu Amerika balas
dendam dengan menginvasi negara tersebut, menghancurkan kekuatan Taliban
sampai ketika tahun lalu mereka menghabisi Osama Bin Laden. Dari semua
pemberitaan ini sulit membayangkan sebuah Afghanistan yang berbeda.
Sebuah Afghanistan yang damai dari perang di mana dua orang anak bernama
Amir dan Hassan berlari-lari sambil bermain layangan menghabiskan
liburan mereka sambil bermain di bukit.
Amir tidak memiliki alasan apapun untuk iri kepada Hassan. Malahan
bisa dibilang Hassanlah yang seharusnya iri kepada Amir. Amir memiliki
segalanya, hadiah-hadiah yang diberikan oleh Baba, ayahnya, kepadanya,
Hassan hanyalah pelayan dari Amir, dan yang terpenting Amir bukan
seorang Hazara, ras yang di negara Afghanistan dianggap sebagai
inferior. Tapi pada kenyataannya kenapa Hassan lah yang selalu
mendapatkan perhatian dari Baba? Kenapa Amir harus membagi ayahnya
kepada Hassan sementara
Hassan sendiri sebenarnya juga sudah punya ayah?
Dan kehidupan Amir, Hassan, dan keluarga mereka akan berubah selama-lamanya setelah tahun 1975…
The Kite Runner adalah sebuah novel yang sangat luar biasa dari Khaled Hosseini. Saya harus jujur bahwa pengetahuanku mengenai negara-negara di Timur Tengah memang sangat terbatas pada apa yang ada dalam berita saja. Saya tak tahu banyak mengenai kehidupan sosial di dalamnya. Sebab itu novel yang bisa dibilang terbagi dalam tiga bagian ini menjadi sebuah bacaan yang sangat menarik bagiku. Hosseini tidak hanya mengisahkan mengenai keadaan Afghanistan pada tahun 1970an dulu tetapi juga bagaimana keadaan negara ini sekarang – setelah rezim demi rezim mendudukinya. Memang sungguh malang orang yang tinggal di negara tersebut. Tak hanya orang Russia saja yang menginvasi mereka. Setelah itu kaum Mujahidin sampai rezim Taliban turut mendudukinya. Hingga hari di mana saya menulis artikel ini – hampir 10 tahun lebih setelah Amerika membantu memukul mundur Taliban – Afghanistan masih belum menemukan kedamaian.
Oh ya, setelah membaca novel ini saya jadi tahu bahwa ternyata kata-kata Indonesia banyak yang diserap dari bahasa asing. Ambil contoh: ‘hadia‘ yang berarti hadiah, ‘quat‘ yang berarti kuat, sampai ‘yateem‘ yang berarti yatim. Semua pengetahuan baru ini sungguh membuka mataku mengenai betapa aku sebelumnya begitu buta dengan salah satu peradaban paling besar di jaman kuno dulu selain Romawi dan Cina.
So my verdict is… Khaled Hosseini menggubah salah satu novel terapik yang pernah saya baca. Terlepas dari apakah kalian beragama Islam atau tidak, peduli mengenai keadaan Afghanistan atau tidak, ini adalah bacaan yang akan memperkaya wawasan dan menghangatkan hatimu. Jangan lewatkan.
sumber : http://tukangreview.com
0 komentar:
Posting Komentar